Kamis, 14 Februari 2013

Sejarah Pulau Lombok

Sejarah Pulau Lombok

Untuk menceritakan kembali sejarah sejarah Pulau Lombok dengan beberapa Kerajaan yang ada di masa lampau sepertinya memerlukan cukup banyak waktu dan pengkajian dari beberapa sisi secara mendalam. Titik permasalahannya adalah ketersediaan atau keberadaan sumber sumber sejarahnya, tentunya dengan kriteria dan konsep yang harus valid dan layak untuk di tulis dalam sebuah buku sejarah. Sementara di satu sisi, beberapa sumber utama seperti Babad Lombok dan yang lainnya perlu di pilah agar menjadi kriteria yang pas, valid dan dipercaya.  Apa yang saya tuangkan dalam tulisan Sejarah Pulau Lombok kali ini mungkin bisa sedikit membuka  jalur pikiran dari sisi mana anda menilai reliabelity tulisan ini dari sisi sejarahnya..

KERAJAAN DI PULAU LOMBOK

Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah tumbuh dan berkembang di Pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian melahirkan raja-raja Lombok di masa lalu. Terbukti penamaan pulau ini juga sering disebut sebagai “Bumi Selaparang” atau dalam istilah lokalnya disebut “Gumi Selaparang”.  Dalam beberapa konteks artikel yang membahas tentang sejarah dan Pariwisata Lombok, setidak-tidaknya ada tiga pendapat tentang asal muasal Kerajaan Selaparang  yang saya kutip dalam Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat yang diterbitkan tahun 2002 dan akan saya coba uraikan satu persatu dalam beberapa sub bahasan di bawah :
  1. PERTAMA : Disebutkan bahwa Kerajaan Selaparang merupakan proses kelanjutan dari kerajaan tertua di pulauLombok, yaitu “Kerajaan Desa Laeq” yang diperkirakan dulu berkedudukan di Kecamatan Sambalia, Lombok Timur. Di dalam pengembangannya masyarakat kerjaan ini berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu Kerajaan Pamatan di Kecamatan Aikmel dan diduga berada di Desa Sembalun. Dan ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini terpencar-pencar yang menandai berakhirnya kerajaan. Betara Indra kemudian mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi. Setelah berakhirnya kerajaan yang disebut terakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok atau Kerajaan Selaparang.
  2. KEDUA : Disebutkan bahwa setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan diri ke dalam hutan karena di kejar oleh bala tentara Majapahit, namun karena persembunyiannya yang sangat sulit di jangkau akhirnya bala tentara Majapahit kembali dengan tangan Hampa. Dan sekembalinya tentara itu, Raden Maspahit membangun kerajaan baru yang bernama Batu Parang yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
  3. KETIGA : Disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati. Sejak waktu itu Pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi) dan Dompu.
wisata sejarah pulau lombok 

MASUKNYA ISLAM KE PULAU LOMBOK

Dalam Babad Lombok disebutkan, pada abad ke IX-Xl  disebut bahwa kerajaan kerajaan Lombok yang  terakhir adalah Kerajaan Selaparang, dimana kerajaan selaparang mempunya 2 dekade / periode masa pemerintahan. Yang pertama adalah Selaparang periode Hindu/Pra Islam yang memerintah dari abad XIII dan berakhir dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357. Yang Kedua adalah Selaparang Periode Islam yang muncul pada sekitar abad XVI dan berakhir 1740 setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan Kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.
Setelah ekspedisi kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh seorang laksamana Nala yang berlabuh di Pulau Lombok dan Dompu tahun 1357 silam, muncullah kerajaan kerajaan lain di kepulauan Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur, diantaranya adalah Kerajaan Bima Sanggar dan Dompu di daerah Barat, serta Kerajaan Utan Kadali, Saran dan Taliwang di Sumbawa bagian Timur. Sebelum kerajaan kerajaan tersebut ada, penduduk asli pulau ini hanya berupa kelompok kelompok pemukiman kecil yang dipimpin oleh seorang kepala Suku. Di kalangan masayarakat Mbojo kepala suku ini disebut “Niceki” sedangkan di Sumbawa dijuluki “Tau Lokaq” atau bahasa indonesianya “Orang Tua”.
Berkembangnya Agama Islam selama pemerintahan kerajaan “Selaparang Periode Islam“  dan munculnya kerajaan kerajaan lain di daerah Sumbawa ternyata membawa dampak yang luar biasa dalam sejarah Lombok. Perkembangan ini ternyata mampu mempercepat proses runtuhnya Kerajaan Majapahit sehingga kerajaan kerajaan yang masih dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit waktu itu bisa merdeka dan mandiri. Diantaranya adalah Kerajaan Lombok yang berada di Teluk Lombok (Labuan Lombok masa kini), dimana Kerajaan Lombok inilah yang beberapa tahun kemudian dijadikan Basis Islamisasi oleh Sunan Prapen yang merupakan Putra Sunan Giri. Setelah Sunan Prapen menganggap misi dan tugasnya di Lombok berhasil, beliau kemudian meneruskan misi “Islamisasi” tersebut ke pulau Sumbawa dengan hasil yang gemilang pula. Sepeninggalnya Sunan Prapen, atas beberapa pertimbangan dan permintaan yang logis, Prabu Rangkesari (yang menggantikan tugas Prabu Mumbul Sebagai Raja di Kerajaan Lombok waktu itu) kemudian memindahkan Ibukota Kerajaan Lombok yang dulunya berada di Teluk Lombok ke bekas Kerajaan Selaparang Periode Hindu dan mengganti nama Kerajaan Lombok menjadi Kerajaan Selaparang yang akhirnya kemudian dikenal sebagai Kerajaan Selaparang Periode Islam.

BAHASA KAWI DAN SASAK LOMBOK

Dengan mengacu kepada ahli sejarah berkebangsaan Belanda, L. C. Van den Berg yang menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat mempengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di Nusantara. Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen.
Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin tulisan Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, lapel Adam, Menak Berji, Rengganis, dan lain-lain. Para pujangga Lombok di masa lalu juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang di gubah, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim, dan sebagainya.
Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. “Danta” artinya gading gajah; apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi. “Danti” artinya ludah; apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi. “Kusuma” artinya kembang; tidak mungkin kembang itu mekar dua kali. “Warsa” artinya hujan; apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama), tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia), atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil), atau genem (rajin) dan lain lain. Bersambung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar